Etika Dalam
Auditing
1.
KEPERCAYAAN PUBLIK
Kepercayaan
publik merupakan hal yang mutlak dijaga oleh semua profesi tak terkecuali
auditor. Menurunnya kepercayaan publik terhadap auditor dapat membuat auditor
tersebut kehilangan banyak kliennya. Oleh karena itu, seorang auditor harus
memiliki sikap independensi, yaitu sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak
dikendalikan oleh orang lain, tidak tergantung pada orang lain dalam hal
bersikap maupun dalam hal mengambil keputusan. Auditor harus independen secara
nyata dan independen dalam penampilan. Untuk menjadi independen, auditor harus
secara intelektual jujur, bebas dari konflik kepentingan dalam menjalankan
tanggung jawab profesionalnya, dan memiliki kewajiban untuk bertindak dalam
melayani kepentingan publik, menghormati kepercayaan publik, dan mendemonstrasikan
komitmennya sebagai profesional. Selain itu, untuk menjaga kepercayaan publik
anggota harus menjalanlan tanggung jawab profesionalnya dengan integritas yang
tinggi.
2.
TANGGUNG JAWAB AUDITOR TERHADAP
PUBLIK
Profesi
akuntan di dalam masyarakat memiliki peranan yang sangat penting dalam
memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib dengan menilai kewajaran
dari laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan. Auditor harus memiliki
tanggung jawab terhadap laporan keuangan yang sedang dikerjakan. Tanggung jawab
disini sangat penting bagi auditor. Publik akan menuntut sikap profesionalitas
dari seorang auditor, komitmen saat melakukan pekerjaan. Atas kepercayaan
publik yang diberikan inilah seorang akuntan harus secara terus-menerus menunjukkan
dedikasinya untuk mencapai profesionalisme yang tinggi. Dalam kode etik
diungkapkan, akuntan tidak hanya memiliki tanggung jawab terhadap klien yang
membayarnya saja, akan tetapi memiliki tanggung jawab juga terhadap publik.
Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi
yang dilayani secara keseluruhan.
3.
TANGGUNG JAWAB DASAR AUDITOR
Ada 6
tanggung jawab dasar yang harus dimiliki seorang auditor, diantaranya adalah :
a. Perencanaan,
Pengendalian, dan Pencatatan
Seorang auditor
perlu merencanakan, mengendalikan dan mencatat pekerjan yang ia lakukan, agar
apa yang telah dilakukan oleh auditor dapat dibaca oleh yang berkepentingan.
b. Sistem
Akuntansi
Auditor harus
mengetahui dengan pasti sistem pencatatan dan pemrosesan transaksi dan menilai
kecukupannya sebagai dasar penyusunan laporan keuangan.
c. Bukti
Auditor
Auditor akan
memperoleh bukti audit yang relevan dan reliable untuk memberikan kesimpulan
rasional. Dan harus memperoleh bukti yang sangat bermanfaat dalam mengaudit
laporan keuangan.
d. Pengendalian
Intern
Bila auditor
berharap untuk menempatkan kepercayaan pada pengendalian internal, hendaknya
memastikan dan mengevaluasi pengendalian itu dan melakukan compliance test.
e. Meninjau
Ulang Laporan Keuangan yang Relevan
Auditor
melaksanakan tinjau ulang laporan keuangan yang relevan seperlunya, dalam
hubungannya dengan kesimpulan yang diambil berdasarkan bukti audit lain yang
didapat, dan untuk memberi dasar rasional atas pendapat mengenai laporan
keuangan.
f. Independensi
Auditor
Independensi
berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh orang
lain, tidak tergantung pada orang lain. Independensi dapat juga diartikan
adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya
pertimbangan yang obyektif tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan
dan menyatakan pendapatnya.
4.
INDEPENDENSI AUDITOR
Independen
berarti bebas dari pengaruh, karena seorang auditor melaksanakan pekerjaannya
untuk kepentingan umum dan hal ini termuat dalam Pernyataan Standar Audit (PSA)
No. 04 (SA Seksi 220).
Menurut
Pratistha dan Widhiyani (2014) Independensi berarti auditor tidak mudah
dipengaruhi, karena dia melaksanakan pekerjaan untuk kepentingan umum. Auditor
tidak dibenarkan memihak kepentingan siapapun. Auditor berkewajiban untuk jujur
tidak hanya kepada pemerintah, namun juga kepada lembaga perwakilan dan pihak
lain yang meletakkan kepercayaan atas pekerjaan auditor.
Menurut
Ningsih Yaniartha (2013) independensi adalah dalam melaksanakan pekerjaan untuk
kepentingan umum tidak dibenarkan memihak kepentingan siapa pun dan tidak mudah
dipengaruhi. Berkaitan dengan hal itu terdapat 4 hal yang mengganggu
independensi akuntan publik, yaitu : (1) Akuntan publik memiliki mutual atau
conflicting interest dengan klien, (2) Mengaudit pekerjaan akuntan publik itu
sendiri, (3) Berfungsi sebagai manajemen atau karyawan dari klien dan (4)
Bertindak sebagai penasihat (advocate) dari klien. Akuntan publik akan terganggu
independensinya jika memiliki hubungan bisnis, keuangan dan manajemen atau
karyawan dengan kliennya (Elfarini, 2007) dalam penelitian Tjun (2012).
5.
PERATURAN PASAR MODAL DAN REGULATOR
MENGENAI INDEPENDENSI AKUNTAN PUBLIK
Penilaian
kecukupan peraturan perlindungan investor pada pasar modal Indonesia mencakup
beberapa komponen analisa yaitu;
·
Ketentuan isi pelaporan emitmen
atau perusahaan publik yang harus disampaikan kepada publik dan Bapepam
·
Ketentuan Bapepam tentang penerapan
internal control pada emitmen atau perusahaan publik
·
Ketentuan Bapepam tentang,
pembentukan Komite Audit oleh emiten atau perusahaan public.
·
Ketentuan tentang aktivitas profesi
jasa auditor independen.
Seperti
regulator pasar modal lainnya Bapepam mempunyai kewenangan memberikan izin,
persetujuan, pendaftaran kepada para pelaku pasar modal, memproses pendaftaran
dalam rangka penawaran umum, menerbitkan peraturan pelaksanaan dari
perundang-undangan di bidang pasar modal, dan melakukan penegakan hukum atas
setiap pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Salah satu tugas
pengawasan Bapepam adalah memberikan perlindungan kepada investor dari
kegiatan-kegiatan yang merugikan seperti pemalsuan data dan laporan keuangan,
window dressing, serta lain-lainnya dengan menerbitkan peraturan pelaksana di
bidang pasar modal. Dalam melindungi investor dari ketidakakuratan data atau
informasi, Bapepam sebagai regulator telah mengeluarkan beberapa peraturan yang
berhubungan dengan keaslian data yang disajikan emiten baik dalam laporan
tahunan maupun dalam laporan keuangan emiten.
Ketentuan-ketentuan yang telah dikeluarkan
oleh Bapepam antara lain adalah Peraturan Nomor: VIII.A.2/Keputusan Ketua
Bapepam Nomor: Kep-20/PM/2002 tentang Independensi Akuntan yang Memberikan Jasa
Audit di Pasar Modal. Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
a. Periode
Audit adalah periode yang mencakup periode laporan keuangan yang menjadi objek
audit, review, atau atestasi lainnya.
b. Periode
Penugasan Profesional adalah periode penugasan untuk melakukan pekerjaan
atestasi termasuk menyiapkan laporan kepada Bapepam dan Lembaga Keuangan.
c. Anggota
Keluarga Dekat adalah istri atau suami, orang tua, anak baik di dalam maupun di
luar tanggungan, dan saudara kandung.
d. Fee
Kontinjen adalah fee yang ditetapkan untuk pelaksanaan suatu jasa profesional
yang hanya akan dibebankan jumlah fee tergantung pada temuan atau hasil
tertentu tersebut.
e. Orang
Dalam Kantor Akuntan Publik adalah orang yang termasuk dalam penugasan audit,
review, atestasi lainnya, dan/atau non atestasi yaitu: rekan, pimpinan,
karyawan professional, dan/atau penelaah yang terlibat dalam penugasan.
CONTOH KASUS
Kasus Audit Kas/Teller Laporan Fiktif Kas
di Bank BRI Unit Tapung Raya
Kepala Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit
Tapung Raya, Masril (40) ditahan polisi. Ia terbukti melakukan transfer uang
Rp1,6 miliar dan merekayasa dokumen laporan keuangan. Perbuatan tersangka
diketahui oleh tim penilik/pemeriksa dan pengawas dari BRI Cabang Bangkinang
pada hari Rabu 23 Februari 2011 Tommy saat melakukan pemeriksaan di BRI Unit
Tapung. Tim ini menemukan kejanggalan dari hasil pemeriksaan antara jumlah
saldo neraca dengan kas tidak seimbang. Setelah dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut dan cermat, diketahu iadanya transaksi gantung yaitu adanya pembukuan
setoran kas Rp 1,6 miliar yang berasal BRIUnit Pasir Pengaraian II ke BRI Unit
Tapung pada tanggal 14 Februari 2011 yang dilakukanMasril, namun tidak disertai
dengan pengiriman fisik uangnya.Kapolres Kampar AKBP MZ Muttaqien yang
dikonfirmasi mengatakan, Kepala BRI Tapung Raya ditetapkan sebagai tersangka
dan ditahan di sel Mapolres Kampar karenamentransfer uang Rp1,6 miliar dan
merekayasa laporanpembukuan.Kasus ini dilaporkan oleh Sudarman (Kepala BRI
Cabang Bangkinang dan Rustian)
Martha pegawai BRI
Cabang Bangkinang. “Masril telah melakukan tindak pidana membuat atau
menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau laporan maupun dalam
dokumen laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening Bank (TP
Perbankan). Tersangka dijerat pasal yang disangkakan yakni pasal 49 ayat (1) UU
No. 10 tahun 1998 tentang perubahan atasUU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan
dangan ancaman hukuman 10 tahun,” kata Kapolres.
Polres Kampar
telah melakukan penyitaan sejumlah barang bukti dokumen BRI serta melakukan
koordinasi dengan instansi terkait, memeriksa dan menahan tersangka dan 6 orang
saksi telah diperiksa dan meminta keterangan ahli.
ETIKA DALAM KANTOR AKUNTAN PUBLIK (KAP)
Setiap Kantor Akuntan Publik menginginkan
untuk memiliki auditor yang dapat bekerja dengan baik dalam melakukan audit.
Salah satu yang merupakan pekerjaan auditor adalah melakukan audit yang
tujuannya terdiri dari tindakan mencari keterangan tentang apa yang
dilaksanakan dalam suatu entitas yang diperiksa, membandingkan hasil dengan
kriteria yang ditetapkan, serta menyetujui atau menolak hasil dengan memberikan
rekomendasi tentang tindakan-tindakan perbaikan. Tidak semua auditor dapat
melakukan tugasnya dengan baik, dan masih ada beberapa akuntan publik yang
melakukan kesalahan.
Guna menunjang profesionalismenya, auditor
dalam melaksanakan tugas auditnya harus berpedoman pada standar audit yang
ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), yakni standar umum, standar
pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Selain standar audit,
auditor juga harus mematuhi kode etik profesi yang mengatur perilaku auditor
dalam menjalankan praktik profesinya baik dengan sesama anggota maupun dengan
masyarakat umum. Kode etik ini mengatur tentang tanggung jawab profesi dimana seorang
auditor dituntut memiliki pengalaman kerja yang cukup, bersikap independen,
objektif, memiliki integritas yang baik dan memiliki kompetensi.
Kode Etik Profesi Akuntan Publik yang
ditetapkan oleh IAPI terdapat 5 Prinsip Dasar Etika Profesi, sebagai berikut :
1. Prinsip Integritas
Untuk
mempertahankan dan memperoleh kepercayaan publik para anggota harus
melaksanakan seluruh tanggung jawab dengan tingkat integritas tinggi. Praktisi
tidak boleh terkait dengan laporan, komunikasi atau informasi lainnya yang
diyakininya terdapat :
a)
Kesalahan material atau pernyataan
yang menyesatkan
b)
Pernyataan atau informasi yang
diberikan secara tidak hati-hati
c)
Penghilangan atau penyembunyian
yang dapat menyesatkan atas informasi yang seharusnya diungkapkan.
2. Prinsip Objektivitas
Praktisi harus mempertahankan objektivitas dan bebas
dari konflik kepentingan dalam melaksanakan tanggung jawab profesionalnya.
3. Prinsip Kompetensi serta Sikap Kecermatan dan Kehati-hatian Profesional
Setiap praktisi
wajib memelihara pengetahuan dan keahlian profesionalnya pada suatu tingkat
yang dipersyaratkan secara berkesinambungan, sehingga klien atau pemberi kerja
yang menerima jasa profesional yang diberikan secara kompeten berdasarkan
perkembangan terkini dalam praktik, perundang-undangan dan metode pelaksanaan
pekerjaan. Setiap praktisi harus bertindak secara profesional dan sesuai dengan
standar profesi dan kode etik profesi yang berlaku.
4. Prinsip Kerahasian
Praktisi wajib
menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh sebagai hasil dari hubungan
profesional dan bisnisnya, serta tidak boleh mengungkapkan informasi tersebut
kepada pihak diluar KAP atau pihak ketiga tanpa persetujuan dari klien. Kecuali
jika terdapat kewajiban untuk mengungkapkan sesuai dengan ketentuan hukum atau
peraturan lainnya yang berlaku.
5. Prinsip Perilaku Profesional
Setiap praktisi
wajib mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku, serta harus menghindari semua
tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
Contoh kasus pelanggaran etika KAP
TEMPO Interaktif, Jakarta : Menteri
Keuangan Sri Mulyani Indrawati membekukan izin usaha dan Kantor Akuntan Publik
(KAP) yakni KAP Drs. Yoga dan KAP Drs. S. Bawono Hadisuwiryo. Pembekukan ini
berlaku selama enam bulan terhitung mulai 8 Januari 2008.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat Departemen
Keuangan Samsuar Said mengatakan, kedua KAP itu dijatuhi sanksi setelah tiga
peringatan dalam empat tahun terakhir tak diindahkan. Kesalahannya, kata dia,
KAP Drs. Yoga tak menyampaikan laporan kegiatan usaha dan laporan keuangan KAP
tahun takwim 2006.
Sementara Drs. S. Bawono dihukum karena
tidak menyampaikan kegiatan usaha dan laporan keuangan KAP tahun takwim 2005
dan 2006. “Selama masa pembekuan dilarang memberika jasa atestasi apapun, “kata
Samsuar dalam siaran persnya di Jakarta, Sabtu (19/1)
Perkembangan Etika Bisnis
Etika dalam dunia bisnis diperlukan untuk
menjaga hubungan baik dan fairness dalam dunia bisnis. Etika bisnis mencapai
status ilmiah dan akademis dengan identitas sendiri, pertama kali timbul di
amerika srikat pada tahun 1970-an. Untuk memahami perkembangan etika bisnis De
George membedakannya kepada lima periode, yaitu :
-
Situasi Dahulu
Pada awal sejarah
filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain, menyelidiki
bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan
membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur. Pada masa
ini masalah moral disekitar ekonomi dan bisnis disoroti dari sudut pandang
teologi.
-
Masa Peralihan: Tahun 1960-an
Pada saat ini
terjadi perkembangan baru yang dapat disebut sbagai prsiapan langsung bagi
timbulnya etika bisnis. Ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di
Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan
terhadap establishment (kemapanan), pada saat ini juga timbul anti
konsumerisme. Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya
manajemen, yaitu dengan memasukan mata kuliah baru ke dalam kurikulum dengan
nama busines and society and coorporate sosial responsibility, walaupun masih
menggunakan pendekatan keilmuan yang beragam minus etika filosofis.
-
Etika Bisnis Lahir di AS: Tahun
1970-an
Terdapat dua
faktor yang mendorong kelahiran etika bisnis pada tahun 1970-an yaitu:
a. Sejumlah
filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis
dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral
yang sedang meliputi dunia bisnis
b. Terjadinya
krisis moral yang dialami oleh dunia bisnis.
Pada saat ini
mereka bekerja sama khususnya dengan ahli ekonomi dan manejemen dalam
meneruskan tendensi etika terapan. Norman E. Bowie menyebutkan bahwa kelahiran
etika bisnis ini disebabkan adanya kerjasama interdisipliner, yaitu pada
konferesi perdana tentang etika bisnis yang diselanggarakan di universitas
Kansas oleh philosophi Departemen bersama colledge of business pada bulan
November 1974.
-
Etika Bisnis Meluas ke Eropa: Tahun
1980-an
Di Eropa Barat,
etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun kemudian.
Hal ini pertama kali ditandai dengan semakin banyaknya perguruan tinggi di
Eropa Barat, yang mencantumkan mata kuliah etika bisnis. Pada tahun 1987
didirikan pula European Ethics Network (EBEN), yang digunakan sebagai forum
pertemuan antara akademisi dari universitas, sekolah bisnis, para pengusaha dan
wakil-wakil dari organisasi nasional dan internasional.
-
Etika Bisnis menjadi Fenomena
Global: Tahun 1990-an
Etika bisnis telah
hadir di Amerika Latin , ASIA, Eropa Timur dan kawasan dunia lainnya. Di Jepang
yang aktif melakukan kajian etika bisnis adalah Institute of Moralogy pada
universitas Reitaku di Kashiwa-Shi. Di india etika bisnis dipraktekkan oleh
Management Center of Human Values yang didirikan oleh dewan direksi dari Indian
Institute of Management di Kalkutta tahun 1992. Lalu pada 25-28 Juli 1996,
telah didirikan International Society for Business, Economics, and Ethics
(ISBEE) di Tokyo.
Di Indonesia sendiri, pada beberapa
perguruan tinggi terutama pada program pascasarjana telah diajarkan mata kuliah
etika bisnis. Selain itu bermunculan pula organisasi-organisasi yang melakukan
pengkajian khusus tentang etika bisnis misalnya lembaga studi dan pengembangan etika
usaha Indonesia (LSPEU Indonesia) di Jakarta.
Perkembangan Etika Bisnis di Indonesia.
Etika bisnis dapat dikatakan baru
berkembang dalam satu dua dasawarsa terakhir ini. Jika dibandingkan dengan
etika khusus lainnya sebagai cabang etika terapan, seperti etika politik, dan
kedokteran, etika bisnis dirasakan masih sangat baru. Dengan semakin gencarnya
pembicaraan mengenai etika bisnis di masyarakat bersama dengan hidupnya
kegiatan bisnis di negera kita, mulai disadari bahwa etika bisnis perlu
mendapatkan perhatian yang lebih besar, khususnya dalam kerangka perilaku
bisnis di Indonesia.
Disadari bahwa tuntutan dunia bisnis dan
manajemen dewasa ini semakin tinggi dan keras yang mensyaratkan sikap dan pola
kerja yang semakin profesional. Persaingan yang makin ketat juga juga
mengharuskan pebisnis dan manajer untuk sungguh-sungguh menjadi profesional
jika mereka ingin meraih sukses. Namunyang masih sangat memprihatinkan di
Indonesia adalah bahwa profesi bisnis belum dianggap sebagai profesi yang
luhur. Hal ini disebabkan oleh pandangan masyarakat yang menganggap bahwa
bisnis adalah usaha yang kotor. Itulah sebabnya bisnis selalu mendapatkan
konotasi jelek, sebagai kerjanya orang-orang kotor yang disimbolkan lintah
darat yaitu orang yang mengeruk keuntungan secara tidak halal menghisap darah
orang lain. Kesan dan sikap masyarakat seperti ini sebenarnya disebabkan oleh
orang-orang bisnis itu sendiri yang memperlihatkan citra negatif tentang bisnis
di masyarakat. Banyak pebisnis yang menawarkan barang tidak bermutu dengan
harga tinggi, mengakibatkan citra bisnis menjadi jelek. Selain itu juga banyak
pebisnis yang melakukan kolusi dan nepotisme dalam memenangkan lelang,
penyuapan kepada para pejabat, pengurangan mutu untuk medapatkan laba maksimal,
yang semuanya itu merupakan bisnis a-moral dan tidak etis dan
menjatuhkan citra bisnis di Indonesia.
Rusaknya citra bisnis di Indonesia
tersebut juga diakibatkan adanya pandangan tentang bisnis di masyarakat kita,
yaitu pandangan praktis-realistis dan bukan pandangan ideal. Pandangan
praktis-realistis adalah pandangan yang bertumpu pada kenyataan yang berlaku umum
dewasa ini. Pandangan ini melihat bisnis sebagai suatu kegiatan di antara
manusia untuk memproduksi, menjual dan membeli barang dan jasa untuk memperoleh
keuntungan. Pada pandangan ini ditegaskan secara jelas bahwa tujuan dari bisnis
adalah mencari laba. Bisnis adalah kegiatan profit making, bahkan laba
dianggap sebagai satu-satunya tujuan pokok bisnis. Dasar pemikiran mereka
adalah keuntungan itu sah untuk menunjang kegiatan bisnis itu. Tanpa keuntungan
bisnis tidak mungkin berjalan. Friedman dalam De George (1986) menyatakan bahwa
dalam kenyataan keuntunganlah yang menjadi satu-satunya motivasi dasar orang
berbisnis. Karena orang berbisnis inginmencari keuntungan, maka orang yang
tidak mau mencari keuntungan bukan tempatnya di bidang bisnis. Inilah suatu
kenyataan yang tidak bisa disangkal. Lain halnya dengan pandangan ideal, yaitu
melakukan kegiatan bisnis karena dilatarbelakangi oleh idealisme yang luhur.
Menurut pandangan ini bisnis adalah suatu
kegiatan di antara manusia yang menyangkut memproduksi, menjual dan membeli
barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Dasar pemikiran mereka
adalah pertukaran timbal balik secara fair, di antara pihak-pihak yang
teribat. Maka yang ingin ditegakkan adalah keadilan kumulatif dan keadilan
tukarmenukar yang sebanding. Konosuke Matsushita dalam Lee dan Yoshihara (1997)
yang menyatakan bahwa tujuan bisnis sebenarnya bukanlah mencari keuntungan,
melainkan untuk melayani masyarakat. Sedangkan keuntungan adalah simbol
kepercayaan masyarakat atas kegiatan bisnis yang kita lakukan. Fokus perhatian
bisnis adalah memberi pelayanan dan pemenuhan kebutuhan masyarakat dan kita
akan memperoleh keuntungan dari pelayanan tersebut. Pandangan bisnis ideal
semacam ini, bisnis yang baik selalu memiliki misi tertentu yang luhur dan
tidak sekedar mencari keuntungan. Misi itu adalah meningkatkan standar hidup
masyarakat, dan membuat hisup manusia menjadi lebih manusiawi melalui pemenuhan
kebutuhan secara etis.
Melihat pandangan bisnis di atas, dapat
ditarik kesimpulan bahwa etika bisnis di Indonesia masih jelek. Citra jelek
tersebut disebabkan oleh pandangan pertama yang melihat bisnis hanya sebagai
sekedar mencari keuntungan. Tentu saja mencari keuntungan sebagaimana dikatakan
di atas. Hanya saja sikap yang timbul dari kesadaran bahwa bisnis hanya mencari
keuntungan telah mengakibatkan perilaku yang menjurus menghalalkan segala cara
demi mencari keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa mengindahkan nilai-nilai
manusiawi lainnya seperti adanya persaingan tidak sehat, monopoli, kecurangan,
pemalsuan, eksploitasi buruh dan sebagainya. Keuntungan adalah hal yang baik
dan perlu untuk menunjang kegiatan bisnis selanjutnya, bahkan tanpa keuntungan,
misi luhur bisnis pun tidak akan tercapai. Persoalan dihadapi di sini adalah
bagaimana mengusahakan agar keuntungan yang diperoleh itu wajar-wajar saja,
karena yang utama adalah melayani dan memenuhi kebutuhan masyarakat dengan
tidak merugikan pihakpihak yang terkait dalam bisnis ini. Perkembangan etika
bisnis di Indonesia yang demikian itu, nampaknya hingga sekarang masih jauh
dari harapan.
Sumber :